Siapkah Kita ?
(M.Mansyur)
Wanitaku, Aku merasa berdosa karena tidak menghampirimu dengan segenap keluhanku. Lagi lagi tulisan ini sebagai tempat mengadu. Ah, kurasa kaupun mengetahinya tentang seberapa penting tulisan dalam hidupku. Seperti cinta segitiga antara kita. Aku, kamu dan tulisan. Entah kenapa Menuliskan masalah atau dosa-dosa itu melegakan. Rasanya dosa dosa bisa lebih mudah diampuni ketika dituliskan, masalah pun bisa terasa ringan ketika dituliskan.
Aku harap kau punya cukup maaf untuk itu.
Kali ini, aku merasa berbeda saat menulis. Layar laptopku seperti matamu yang tak berkedip memandangku. Diiringi musik instrumental membuat suasana makin syahdu, persis sperti suaramu dengan nasihat-nasihatmuu ditelingaku. Kau ada didepanku-dibayanganku. Aku semakin dekat denganmu saat menulis,meski kita berjauhan.
Ah, lihat saja nanti saat pertemuan itu, akan ku musuhi tulisan yang kau benci ini, sejenak. aku akan mendekatimu hingga ke ubun ubun dan memaksamu mendengar kan semua ceritaku.
Wanitaku , entah kenapa setiap hari aku merasa cepat sekali tua. Lebih tepatnya terlalu cepat tua. Padahal ada banyak hal menanti untukku raih. Aku khawatir apakah aku masih banyak waktu untuk itu?
Pun, masih Ada pertanyaan yang belum tahu siapa yang akan menjawabnya.
Sudah pasti, aku tidak ingin mendapatkan jawaban yang salah. Pertanyaanku ini sepertinya sederhana dan satu. Tapi entah kenapa , sampai detik inipun aku belum bisa memastikan dengan jelas, pertanyaan apa yang paling mewakili perasaan dan kegelisahan ini untuk dimasa depan. Ah ,sial.
Dimalam ini, malam yang kau benci kan? .ku rasa begitu, kau membenci malam-malam saatku menulis. Pasti kau mencemburuinya. Ku telah mengambil waktu untuk kita tak bersapa malam ini. Karena tulisan ini.
Ah, aku bahkan lebih cemburu pada bayanganmu . Yang selalu bisa bersamamu saat sendiri. Jika boleh meminta, ku tak ingin menjadi cahaya yg menyinarimu. Aku hanya ingin menjadi bayanganmu saat terang. Dan menjadi satu denganmu saat gelap dan kesepian. Itu aneh
wanitaku, aku mulai memanggil kenangan-kenangan masa kecilku dan menjadikannya penolong dalam memecahkan kegelisahan malam ini. Aku ingin kenangan itu mengajarkanku kembali caranya berjalan. Caranya bangun saat tergopoh dan jatuh. Juga caranya berlari hanya untuk mendapatkan satu permen . Ceria dan tanpa beban. Aku merindukannya .
Baiklah, aku akan memulainya- membicarakan tentang kita. Ini tentang mimpi dan kenyataan. Tentang keduanya yang tak ku temukan kesamaan dan perbedaanya. Ini bukan pengertian tentang teori. Ini tentang pilihan yang harus dijalani. Juga tentang yang sedang di jalani.
Wanitaku, sangat ingat sekali. Saat kau memilihku dan ku bahagaia untuk itu. Aku berfikir tidak butuh orang lain lagi, karena teramat dan sangat bahagia. Bahkan hingga saat ini.
Tapi maaf, aku dan kamu hanya manusia yang sedang jatuh cinta . Yang sedalam lautan dan seputih embun cintanya jika ditanya.
Wanitaku, sampai saat ini, kita masih berada di atas awan lembut, dengan taburan bunga-bunga, merpati putih sebagai hiasan, tidak ada siapa siapa, hanya kita berdua.
Sayang, kita akan segera memasuki dunia sebenarnya. Kita akan terbangun dari mimpi indah ini. Kita akan menjadi manusia seutuhnya. Benar-benar sebentar lagi.
Aku bahkan belum tahu caranya melipat selimut . Bahkan kau pun masih meragukan bagaimana caranya aku memasukan uang di dompetku, dengan sesering dan sebanyak mungkin. Aku juga tak sesering itu selama ini. Aku juga belum pernah melihatmu membuat sarapan. Mengaduk kopi dengan tingkat kekentalan yang sesuai kadar dan seleraku. Kamu masih saja ketakutan saat gelap tiba, aku juga tak mungkin selalu ada .
Apa, kita akan saling menggenggam? Kita akan segera bersama ? kita akan menikah? siapkah kita ?
(M.Mansyur, tulisan ini dibuat tepat 2 bulan menjelang menikah)