Tag

,

Remaja… itulah masa dimana mulai munculnya dilema dan problematika.  Pada masa ini, banyak yang terjebak dan entah kemana dia harus tertuju.  Lulus dari SD, ke SMP, kemudian ke SMA, setelah lulus lanjut ke Perguruan Tinggi.  Setelah lulus dari kuliah, sebagian besar melanjutkan jenjang kuliah berikutnya dan ada juga yang memilih pilihannya untuk bekerja.  Tak ada artinya hidup tanpa adanya duit.  Mungkin pernyataan ini terucap oleh sebagian remaja kita yang setelah lulus kuliah dilanjutkan dengan mencari lapangan pekerjaan.

Dengan hanya modal lulus S-1, banyak remaja yang sudah punya pekerjaan dan akhirnya bisa mendapatkan nafkah sendiri tanpa harus meminta pada orang tua.  Suasana sibuk, tertekan dengan tugas kuliah, ditambah harus mencari biaya hidup sendiri membuat remaja sekarang sudah tidak terlalu memikirkan nasib bangsa ini.  Mereka yang masih kuliah maupun yang sudah bekerja sudah pusing 7 keliling dengan nasib negara Indonesia.  Mereka sibuk dengan tugas kuliah yang menggunung, biaya kuliah yang mahal, dan lingkungan yang penuh dengan pekerjaan.

Mereka tak ada waktu untuk memikirkan nasib bangsa.  Sekarang ini, diskusi serta aksi dari para mahasiswa tentang perubahan bangsa Indonesia sudah minim.  Di perkuliahan saja, materi diskusi sudah jarang dijumpai di universitas-universitas.  Tak banyak hari ini upaya nyata para remaja dan mahasiswa untuk terjun langsung memperjuangkan perubahan bangsa.  Hanya sebagian para remaja sekarang yang terdorong untuk mau terlibat dalam hal ini.  Mengapa demikian ?

Pragmatis/Apatis sejak dini

Pragmatis… inilah sifat manusia yang menganggap hal secara praktis dan bermanfaat bagi umum.  Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan pragmatis sebagai suatu sifat praktis dan berguna bagi umum.  bersifat mengutamakan segi kepraktisan dan kegunaan (kemanfaatan); tmengenai atau bersangkutan dengan nilai-nilai praktis; 2 mengenai atau bersangkutan dengan pragmatisme.  Sedangkan apati merupakan sifat acuh tidak acuh ;tidak peduli; masa bodoh ;kita tidak boleh bersikap. (bahasa. kemdiknas. go. id)

Sifat pragmatis/apatis bisa muncul dan berkembang sejak masih anak-anak hingga menjadi dewasa.  Dari sejak SD, mereka sudah ditanamkan dengan kurikulum dan pembelajaran yang membuat ia ‘sibuk’ dengan pelajarannya.  Ini baik tentunya, akan tetapi kesibukan mereka terlalu tertutupi oleh beban pelajaran sehingga pembelajaran sikap serta nilai-nilai pribadi tidak ditanamkan sejak dini.  Mereka hanya ditekan untuk belajar yang rajin dan mendapatkan nilai yang terbaik di kelas.  Syukur-syukur menjadi juara kelas.  Mengerjakan tugas sekolah, PR, dan pembelajaran tambahan agar terus menjadi juara kelas.  Tidakkah mereka harus belajar untuk mengenal siapa diri mereka sebenarnya ?

Perlu diketahui bahwa ini semua merupakan produk sistem pendidikan yang pragmatis, yang menurut Syaukah (2011) sebagai faktor pendorong esensial bagi rusaknya kualitas generasi.  Kita lihat tidak berbeda jauh dengan SD, ketika SMP dan SMA mereka pun dipupuk dengan bentuk pendidikan yang lebih membuat kepala semakin mendidih.  Terus dan terus didorong oleh kedua orang tua untuk belajar dan belajar.  “Kalau nanti ingin jadi orang sukses, belajar yang rajin nak.”, kata si ibu.  “Nanti kalau sudah sukses terus jadi orang kaya kan ibu jadi seneng”, tambahnya.  Inilah fakta dunia pendidikan yang diawali dari sikap orang tua yang fanatik dengan dunia.  Para orang tua sekarang hanya ingin anaknya menjadi seorang idola, artis, penyanyi, pemain sinetron, dan lain-lain.  Padahal bangsa ini membutuhkan generasi muda yang kuat dan ideologis.  Selain dari faktor internal keluarga, faktor eksternal pun mendukung berkembangnya sifat acuh tak acuh ini.  Ini dia faktanya…

Tak luput dari Invasi…

Sikap pragmatis/apatis remaja tak lepas dari cengkeraman invasi barat.  Mereka berusaha menjadikan remaja lupa akan sejarah bangsa mereka sendiri.  Membuat invasi berupa 4F yaitu Fun, Film, Food, dan Free Sex yang seketika menyerang jiwa dan pemikiran para remaja.  Invasi ini membuat mereka terlena dan lupa nasib negara mereka sendiri.  “Tu mah urusan negara, apa hubungannya dengan gue..”.  Atau “Ya, semoga pak presiden bisa lebih baik lagi ke depannya… amin”. “Jangan korupsi deh, itu perbuatan hina”.  Banyak ucapan namun tak banyak tindakan.  Beginilah sikap remaja yang sudah pragmatis dengan negaranya sendiri.

Nongkrong, nonton film, berdua-duaan ikhwan akhwat yang bukan mahram di tempat gelap, di atas jembatan layang, di cafe, restoran, de el-el.  Yang lebih parah lagi, pola hidup zaman sekarang sudah bergeser mengarah kepada mall dan kafe dibandingkan dengan zaman dulu.

Berdasarkan penelitian Komisi Nasional (Komnas) Anak pada 2008 menemukan 97 persen pelajar SMP dan SMA sudah menonton tayangan video por­no. 93,7 persen remaja yang berpacaran melakukan ciuman, rabaan alat kelamin dan oral seks. Kemudian sekitar 62,7 persen pelajar SMP dan SMA tidak perawan lagi, dan 21,2 re­maja pernah melakukan abor­si.

Selain itu, survei kesehatan reproduksi remaja Indonesia (SKRRI) BKKBN pada 2002 menyebutkan, 34,7 persen re­ma­ja perempuan usia 14 hingga 19 tahun sudah melakukan hu­bungan seks. 30,9 persen remaja lelaki di usia tersebut. Sementara itu, remaja usia 20 hingga 24 tahun, perempuan sudah mela­kukan hubungan seks sekitar 48,6 persen, dan remaja laki-laki sekitar 46,5 persen.

Ini terjadi tidak lain karena campur tangan paham hedonis yang menjadikan kesenangan dan euforia dunia menjadi tujuan hidupnya.

Hedonisme Biang Keladinya…

Sudah tidak dipungkiri lagi hedonis biang keladi dari semua ini.  Dari paham inilah tujuan dan hakikat hidup para remaja tertuju pada materi dan kesenangan dunia.  Kita sudah menduakan agama dan tuhan yang menciptakan mereka dari setetes air yang hina.  Hedonisme membuat tangan kita terjerumus meminum-minuman keras.  Hedonisme membuat kaki kita melangkah menuju tempat penuh dosa.  Hedonisme membuat mata kita melihat keindahan semu dunia yang melenakan.  Dan hedonisme membuat hati kita keras untuk menerima petunjuk dari sang pencipta Allah SWT.

So, Kembali kepada Ilahi

Ingatlah Allah SWT sudah ‘tegas’ mengingatkan hamba-Nya tentang nikmat semunya dunia.  Allah SWT berfirman :

Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya? (QS Al An’am [6]: 32)

Sudahkah kita melihat dan merasakan betapa negeri ini membutuhkan para pejuang yang mampu melakukan perubahan ? Pantaskah diri kita yang nanti memposisikan sebagai agen perubahan ? Cobalah kita memikirkan betapa dahsyatnya problem nasib negara kita tanpa adanya aturan Allah SWT.  Apakah kita sudah menyumbangkan tenaga kita untuk negeri ini.  Apakah langkah-langkah kita sudah digunakan untuk mengingatkan penguasa untuk kembali kepada Rabb-Nya ? Dan sudahkah lisan ini digunakan untuk menyuarakan kalimatullah, ayat-ayat Allah SWT ?

Apakah kita mengira bahwa diri kita bukanlah calon pemimpin ? Rasulullah SAW pernah bersabda : “Setiap kamu adalah penggembala (pemimpin) dan setiap kamu pasti akan dimintai pertanggung jawaban dari gembalaannya. Pemimpin adalah penggembala (rakyat). Dia akan dimintai pertanggung jawaban dari rakyat yang digembalakannya” (HR. Bukhari dan Muslim)

Betapa hinanya kita yang sekarang masih memikirkan nikmat dunia.  Padahal di pundak kita sudah terbebani oleh tanggung jawab sebagai calon pemimpin yang seharusnya mengingatkan penguasa akan nasib negara.  Bukan menjadikan kenikmatan dunia sebagai tujuan hidup semata.  Betapa sombongnya diri kita jika lebih menuhankan harta dan kekayaan daripada tunduk pada-Nya.  Dan ingatlah bahwa kita semua tidaklah kekal hidup di dunia.  Yang berawal pastikan kan ada akhirnya.. Allah SWT berfirman :

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah
disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” TQS Ali Imran [3]: 185

Dan sungguh kematianlah yang akan selalu menjadi pengingat para remaja dan pemuda untuk tidak bersikap pragmatis/apatis dalam hidup.  Semoga kita tidak menjadi bagian orang-orang yang merugi di dunia dan akhirat.  Amin… []